Sarwono Kusumaatmadja dan Cabut Gigi

*Cerita ini didapat dari sesi speech Keteladanan dan Kebersahajaan dari Ir. Sarwono Kusumaatmadja (Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998), Menteri Negara Pendaya gunaan Aparatur Negara pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993). Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia pada Kabinet Persatuan (1999 -2001) Nasional) di Forum Indonesia Muda. Minggu, 28 Oktober 2012.
Waktu itu jaman Presiden Soeharto. Tahun 1998, di jelang akhir kepemimpinan presiden Soeharto, 14 menteri minta undur diri. Salah satunya saya. Hanya satu orang yang mau saat itu buat meneruskan. Ya, karena dia memang obsesi jadi menteri. Waktu itu Soeharto berencana membentuk Dewan Reformasi Nasional.
Saya pikir buat apa. Sudah tidak dinginkan rakyat, mau diteruskan. Soeharto berencana mambentuk kabinet baru
. Stasiun tivi berusaha nyari menteri yang mau meneruskan ke kabinet baru. Saya waktu itu juga ditelepon. Beberapa teman cerita, sudah ditelepon dan jawabannya sama. Tidak mau meneruskan masuk kabinet baru. Saat itu saya ditawari, talkshow langsung di berita live. Jam 1 siang.
Di telepon saya ditanya, Bapak mau jadi narasumber tentang pembentukan kabinet baru?. Saya jawab, wah saya antusias dan tertarik.
Akhirnya, dipanggil buat live. Saya datang jam 12 siang ke studio. Disana, briefing dengan presenter dan dewan redaksi. Mereka sampaikan beruntung bisa dapat satu menteri yang tertarik meneruskan ke kabinet baru.
Saya jelaskan lagi, loh, maksud saya, tertarik untuk membahas pembentukan kabinet baru. Bukan tertarik masuk ke kabinet baru.
Akhirnya dewan redaksi meminta saya buat bahas masuk kabinet baru. Saya menolak, kalau gitu, kita batal aja. Dan saya pulang sekarang. Tidak usah dipersulit.
Keluar lobi gedung. Sudah berkumpul banyak wartawan cetak sama tivi.
Mereka minta saya wawancara tentang kabinet baru. Akhirnya saya balik lagi ke dalam ruang redaksi dan minta ijin mereka buat diwawancarai sama wartawan luar dan pakai ruangan mereka. Diijinkan oleh pihak redaksi. Tapi belum sempat wawancara, dipanggil lagi saya sama redaksi. Mereka mungkin berfikir,
kita yang undang, kita yang mau live, kok malah orang lain yang dapet statementnya. Pakai fasilitas kita lagi. Jadilah, saya live
. Saya minta ke presenter buat ganti topik. Ini kan saya baru cabut gigi. Kita omongin cabut gigi aja.
Acara sudah live. Tapi presenter tetep mengarahkan pembicaraan ke pembentukan kabinet baru.
Saya kan sudah bilang ngga mau ngomong tentang ini. Ternyata, orang redaksi yang komunikasi dan ngarahin presenternya ngga mau. Saya dengar orang itu marah-marah ke telinga presenter. Akhirnya saya layani aja dengan ngobrolin situasi politik Indonesia.
Saya ceritakan situasi politik sekarang kaya orang cabut gigi.
Padahal kurang sesuai juga analoginya. Tapi tayangan ini penting. Ngga Cuma rakyat yang liat. Tapi ada intelijen. Penerjemah bahasa tubuh dan orang yang berlawanan dengan kita. Lanjut saja saya cerita dengan symbol-simbol dan kode intelijen. Seolah ini kode strategi.
Jika dibaca oleh orang intelijen perang. Ini bisa diartikan saya sedang merencanakan strategi perang namanya strategi cabut gigi. Padahal maknanya kan simple. Bahkan ngga ada maksud tertentu.
Akhirnya, dari situ, yang paham analogi-analogi yang saya sampaikan mulai banyak yang mendukung dari belakang. Jadilah presiden Soeharto turun.

Komentar