Jelajah #Part2 : Museum Wayang-Tugu Pancasila-Masjid Sulaiman

Museum Wayang Banyumas (1/6/2014)
Usai berkeliling di kompleks pendapa duplikat, sebelum keluar kompleks, tengok kiri kita bakal temui Museum Wayang Banyumas. Sayangnya, waktu itu petugasnya nggak ada, jadi kita ngga bisa masuk buat melihat-lihat koleksi di dalemnya. Jaman masih SD dulu (10 tahun lalu) museum ini menarik banget buat dikunjungi. Di depan pintu masuk, ada Sendhal Bandhol raksasa berukuran 3 meter yang berhasil memecahkan rekor MURI. *FYI, sendhal bandhol merupakan produk khas Banyumas, tepatnya di daerah Karang Lewas, terbuatnya dari ban-ban bekas kendaraan.
Masuk ke dalam, dulu banyak koleksi wayang dari wayang suket, wayang kulit, wayang golek, sampai seperangkat gamelan. Usut punya usut, belakangan museum ini jarang dibuka karena pengelolanya kurang konsen, *duh pak, bu petugas lebih rajin dan serius dong menjaga harta karun kebudayaan ini.

Tugu Pancasila/Tugu Nasional
Ke luar kompleks pendapa, kita akan disandingi sebuah tugu. Sebutan untuk tugu ini yaitu tugu nasional atau tugu Pancasila. Tugu ini letaknya di utara antara dua lapang alun-alun Sudagaran. Tugu Pancasila dibangun tahun 1982, tahun pembangunan daerah-desa-kota. Di leher tugu, ada simbol-simbol pancasila (kepala banteng, rantai, bintang, pohon beringin, padi dan kapas). Maka ada juga yang menyebut tugu ini tugu Pancasila.

Sedikit nostalgia, sebenernya kalo suruh memilih, lebih suka suasana alun-alun seperti ini dibanding alun-alun Purwokerto sekarang. Hijau, lega, dan 'nyeni'. Alun-alun Purwokerto dulunya terdapat dua lapang yang terpisah jalan diantara kedua lapang seperti alun-alun Banyumas ini, namun kemudian digabung. Sampai-sampai heboh waktu pemindahan dua pohon beringin yang harus dicabut demi penggabungan dua lapang alun-alun Purwokerto. Ckck.


Masjid Nur Sulaiman
 Uniknya, di eks kompleks kabupaten ini juga terdapat beberapa sekolah. Seperti SD N Sudagaran, SMP dan SMK. Jadi tambah ramai kompleks ini.


Bergeser ke arah barat alun-alun Banyumas, kita akan lihat Masjid Agung Sulaiman. Masjid ini dibangun tahun 1700an. Sejumlah sumber menyatakan masjid ini dibangun tahun 1755-1861. Bukan merupakan masjid tertua di Banyumas, karena masih ada masjid yang lebih tua lagi, yaitu masjid Saka Tunggal di Desa Cikakak di Kecamatan Wangon yang didirikan tahun 1288 *menjadi masjid tertua di Indonesia.






Puncak masjid bertingkat tiga khas Jawa

Menariknya disini, adalah komposisinya antara alun-alun, masjid dan kabupaten. Bisa diperhatikan di daerah selain Banyumas. Di Jawa, di pusat pemerintahan daerah (kabupaten) letak alun-alun, masjid dan kabupaten berdekatan. Alun-alun berada di selatan, kabupaten (pendapa) berada di utara, dan masjid selalu di sebelah barat, atau sisi kanan dari pendapa. Tinggi lantai masjid selalu lebih tinggi dibanding tinggi alun-alun dan pendapa. Hal ini menjukkan penghormatan terhadap masjid sebagai rumah ibadah, rumah Allah. Letaknya di kanan, sebagai simbol jalan kebaikan. *Wuuh, maknanya dalem yaa.


Masjid ini bergaya arsitektur Mataram. Masjid ini masih mempertahankan sisi keasliannya. Konstruksi masih kokoh. Nah, sisi khas masjid Jawa ada di puncak masjid yang bertingkat tiga mengecil ke atas.


Selesai menengok masjid Nur Sulaiman, kita jalan lewat bagian belakang masjid dan muncul di jalan komplek pecinan. Nah, ada lagi yang menarik dilirik. Di belakang masjid, banyak penjual baju panjang berwarna putih dan hitam. Ternyata itu bukti Islam aliran Alif Rebo Wage (Aboge) di Banyumas memang masih eksis.

Perajalanan kita masih berlanjut, tapi sampai disini, jadi menantang buat makin peka ngulik-ulik makna dibalik setiap benda, tanda dan simbol yang ada. Lajut ke #Part3 ya !

Komentar