Jelajah #Part4 : Kepangeranan, Bukti Intelektualitas Para Pemimpin Banyumas

Kepangeranan-dalem Aria Gandasoebrata
Tempat menarik berikutnya, *tempat paling menarik menurutku, yaitu Kepangeranan. Tempat ini merupakan bekas tempat tinggal mantan bupati Aria Gandasoebrata. Kita disambut hangat oleh Ibu Yeti, keturunan R. Arya Gandasoebrata. 
"Nah, nah, selamat, kalian inilah anak muda yang peduli sama sejarah, yang mau menjaga, ayo masuk"
Ibu Yeti pun mulai bercerita sambil mengajak melihat-lihat isi dalem kepangeranan.

Untuk menghabiskan masa pensiunnya, pangeran dipati Aria Martadiredja III membangun rumah di Desa Sudagaran, tidak jauh dari rumah bupati Banyumas. Rumah ini umum disebut 'dalem pangeranan'. Setelah P.A.A. Martadiredja pensiun pada tahun 1913, beliau tinggal di dalem pangeranan sampai wafat pada tahun 1927. 


Di dinding pangeranan terpampang foto pemakamannya, menggunakan mobil yang dihiasi untaian bunga dan bendera setengah tiang. 
Kepangeranan, kurang terawat :(
 Alamat rumah saat ini Jalan Budi Utomo No.294. Rumah yang telah seabad lebih umurnya ini, telah ditetapkan menjadi benda cagar budaya. Dalem pangeranan menghadap ke selatan, halaman depan rindang dan terdapat kebun bunga mawar -sayangnya lagi gersang kurang terawat-.





Bangunannya masih asli dan khas banget
 Ada tiga buah pintu lebar untuk masuk ke dalam rumah. Di tengah-tengah ada ruangan yang menghubungkan serambi muka dengan serambi belakang. Di sebelah kiri (barat) ada ruang duduk, dua kamar tiddur dan ruang perpustakaan. Ruang-ruang tersebut sekarang kosong. Tersisa tinggal koleksi buku-buku novel dan bacaan di ruang perpustakaan.
songsong jeni (payung emas)

Ruang santai di sisi kanan

Koleksi gamelan, *perhatikan tahunnya, ckck

Gamelan paling kanan, gong besar yang konon bunyi sendiri, memberi pertanda akan terjadi sesuatu

Suka sama susunan ruang-ruangnya

Silakan di zoom, perhatikan judulnya, 'Menyimak misteri munculnya naga gini dari bawah tanah lapis tujuh' ~grr 

Koleksi buku dimana-mana, umumnya novel berbahasa Inggris dan Belanda
Di tengah penjelasannya, Ibu Yeti menyampaikan kekecewaannya pada mantan Bupati Mardjoko atas karya buku sejarah Banyumas. Kesimpulan dari buku tersebut, diceritakan Ibu Yeti, sangat tidak pas. "Para pendahulu, pemimpin, orang-orang Banyumas, tidak mementingkan intelektualitas. Itu kan pernyataan ngawur. Lha wong banyak dokter, insinyur, bahkan keturunan R. Aria Gandasoebrata disekolahkan ke luar negeri. Tahun 1920 sudah sekolah ke Universitas Leiden di Belanda."

Ini bagian favoritku. Selain kultur masyarakat yang egaliter, warga Banyumas itu sangat menjunjung tinggi pendidikan. Sampai sekarang pun, banyak sekolah dari pendidikan dasar sampai universitas ada di Kabupaten Banyumas. Banyak dokter dan tokoh intelek lahir dari Banyumas. Dokter gumbreg, dr.angka (salah satu pendiri dari 9 dokter pendiri Boedi Oetomo yang bersekolah di stovia) dan R.A. Wiriaatmadja pendiri Bank Rakyat Indonesia. Serta masih banyak tokoh lain. Jadi, Banyumas kental akan intelektualitasnya, namun tetap sederhana.
Koleksi di balik rak yang ditutupi kain, Buku Biru (Susan Lewis tahun 1982) dan lainnya rata-rata 1970-1980an.

Shakesprears terjemahan Bahasa Belanda



Komentar