Desa Adat Penglipuran, the Trully Bali :)

24 Februari 2015.

36 jam di Bali, rasanya singkat bangeet. Di kesempatan yang sungguh singkat itu, beruntungnya bisa ketemu narasumber yang akhirnya merekomendasikan sebuah tempat maha kece di Bali.

"Sudah sampai Bali, harus ke Desa Adat Penglipuran, nyesel kalo ndak kesana,"
Ujar Pak Udiana, salah satu pegawai pemkab Bangli yang berhasil ngehipnotis aku biar kesana.

Coba ketik keyword 'Desa Adat Penglipuran' mata mana yang bisa bohong buat ngga tertarik ngeliat langsung dan ngebuktiin keindahan foto-foto itu di aslinya.

Menuju Kabupaten Bangli yang letaknya ada di ekor atau timur pulau bali ini, ngga jauh kok *untuk penikmat perjalanan macam aku. hehe

Cukup 1,5 jam dari Denpasar, sepanjang jalan bakal disuguhi pemandangan pantai yang bergantian dengan bukit. Memasuki Kabupaten Bangli, suasana adat Bali makin kental. Mulai dari kantor-kantor yang seluruhnya bangunan khas Bali. Melewati pasar tradisional, banyak pedagang kerajinan bambu, bunga-bunga berwarna oranye, bunga kamboja, wadah sesaji, serta berbagai benda yang sebelumnya baru aku liat di majalah atau TV saat perayaan-perayaan tertentu di Bali. Rasanya pengen semua benda itu kutanyakan sama Bli Wayan Wita. Sambil fokus nyetir, cuma beberapa benda aja yang bisa Bli jelasin.

Kita ngobrol juga soal aksare Bali yang ternyata sama ya sama aksara Jawa. Bedanya di vokalnya aja, kalo bali 'e ne ce re ke' kalo Jawa 'o no co ro ko'. Tentang kerajaan di Bali juga menarik. Dimana setiap kabupaten punya kerajaan. Segimana kaya raya tujuh turunan mereka para raja yang punya tanah dimana-mana. Terutama tanah yang disewa dan disulap jadi tempat wisata macam sekitaran tanjung benoa, kintamani, Pulau Nusa Lembongan (bekas rebutan perang jaman dulu).

Nah, back to the trip goes to Desa Penglipuran. Memasuki kota Bangli, dari pusat kantor pemerintahan, kita udah deket meuju lokasi. Jaranya tinggal 5 kilo lagi, atau tinggal perlu waktu 15 menit. Hwaaa makin ngga sabar. Bocorannya juga, Desa Penglipuran ini adalah desa wisata terbaik versi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, wow !

Okee, di hadapan kita udah ada gerbang Desa Wisata Penglipuran. Bayar dulu yah, cuma Rp 15 ribu aja per orangnya. Baru di gerbang aja, suasana ramah dan tentram udah menyambut kedatangan siapapun yang datang ke desa itu.
Desa Adat Penglipuran, Bangli

Selamat datang di 'The Real Balinesse Traditional Village'


Selamat datang di masa lampau. Tanggalkan semua bayangan modern dan kekinian, lalu nikmati apa yang tersaji dari desa ini.
Tentrem bangeeet rasanya.






Tentram, asri, hijau, sejuk, nyaman :)
Luar biasa indah,
Rasanya kaya ada di berabad-abad lalu.
Penglipuran, diambil dari kata Penglipur yang artinya penghibur.
Jaman dulu, tempat ini menjadi tempat istirahatnya raja-raja, Nama Penglipuran juga diberi oleh raja ketika mengungsi di desa ini.
Sekarang, 'penglipur' ini punya makna sendiri,
Buatku, ini Penglipur, meski sejenak, menghirup rasa 'istirahat dan tentram' yang dipancarkan dari tempat ini. 
Penglipuran juga berarti 'Pengeling Pura' atau bermakna Eling (ingat) akan tempat suci (Pura) untuk mengenang leluhur.
Penglipur nan tentram

Suka banget penataan rumah-rumahnya yang masih tertata rapih sampai sekarang :)

Setiap gapura kaya bilang 'selamat datang di rumah'

Salah satu homestay
 Sampai kesini, rasanya pengen berlama-lamaa. Nikmatin suasananya, keramahan warganya, dan sejuknya udara disini. Di pemukiman seluas 9 ha yang dikelilingi hutan bambu. Amboooi beneran sejuk banget.

Loloh Cem-Cem
Nah Nah Nah, ini minuman Penglipuran punya. Wajib banget dicoba. Minuman sederhana berwarna hijau. Ramuan daun cem-cem yang tumbuh di sekitar desa. Rasanya, segerrr. Asem kecut, kaya minum rujak bebek, ditambah beberapa parutan kelapa muda. Oh ya, yang dingin lebih enak. Jangan lupa juga coba minuman kunyit. Cuma 5 ribu, loloh cem-cem memberi kesegaran dan meredakan panas dalam :)

Di depan pura desa. Gede banget gerbangnya 
Jalan naik lurus terus, kita akan sampai di pura desa. Waw, ini beneran besar. Di depan pura, ada tempat kalo di Jawa namanya joglo buat tempat berkumpul orang-orang gitu. Disitu kita bisa sewa pakaian adat, lalu bisa masuk ke Pura.

Di Bali pun, desa adat yang masih kental dan kuat ngejaga lingkungannya kaya Penglipuran ini, udah ngga banyak. Tetep berhadapan, tetep hijau, tetep bersih, tetep tanpa bangunan bertingkat, hidup rukun.


Sudut atap, Masih terbuat dari bambu dan ijuk.
Oya, menariknya rumah-rumah disini, selain bentuknya masih khas adat Bali, bahannya pun iya. Masih banyak ditemui atap rumah dari bambu atau ijul. Angkul-angkulnya juga. Di bangunan-bangunan semacam Joglo itu juga, alasnya masih tikar anyaman bambu. Banyak banget benda terbuat dari bambu. Yap, itu karena Desa Penglipuran ternyata punya harta karun, selain Desa Adat ini, yaitu hutan bambu.

Kata Pak Udiana juga, penglipuran ini hutan bambunya yang paling luas se-Bangli. Luasannya sekitar 100an hektar. ckck
Ini dia hutan bambu di belakang Pura. Melintasi jalan ini, bambu-bambu-dan bambu

Bunga terompet kuning, bunga kamboja, bunga (mirip) senduduk warna putih hampir ada di setiap rumah

Gerbang-gerbangnya suka banget



Di samping pura desa

Papan nama kepala keluarga dan anggota keluarga.


Sungguh, rasanya pengen kesini lagi. 
Tinggal di homestaynya meski cuma semalem.
Bali, meski gonjang-ganjing reklamasi lahan,
Wacana mau ada sirkuit F1,
Mau ada hotel yang harus gerus pantai di ujung Bali antara Kuta-Sanur,
Apapun itu, semoga Penglipuran tetap jadi Penglipuran yang menjadi Pelipur,
Ngga selalu modern itu lebih oke. :)


Terima kasih, Maha Kuasa.
Engkau gariskan aku sampai ke tempat indah ini.
Skenario-Mu menakjubkan !
Ku tunggu lajutan garis cerita-Mu :)

Komentar

Posting Komentar