*Ditulis dari materi yang disampaikan Nezar Patria (Dewan Pers)
Konglomerasi Media
Konglomerasi
media merupakan konsentrasi kepemilikan beberapa media oleh satu
perusahaan. Hal tersebut menjadi berkah sekaligus bencana.
Kepentingan pasar masuk ke ruang kebebasan pers, kebebasan berbicara, dan berekspresi. Sebetulnya, di belakang
itu, tujuan pemilik media bukan lagi untuk melayani kepentingan
publik.
Perusahaan
media berada di dalam pasar yang turut mengejar keuntungan. Keuntungan media
cetak bukan dari oplah atau jumlah cetak melainkan iklan. Semakin besar oplah maka
biaya cetak bertambah. Terdapat marjin antara ongkos cetak
koran 42 halaman sebesar Rp 7.000 sementara harga jual hanya
Rp 4.000. Kekurangan ini ditutupi dari pendapatan iklan.
Media
yang dikuasai oleh satu pemilik
terlihat merujuk kepada satu arah. Pembaca secara cerdas harus
dapat mengolah dan memilih dan mampu mengidentifikasi latar belakang
termasuk keyakinan politik media tersebut. Konglomerasi terjadi karena
pemilik modal bersiap investasi dalam jangka panjang misalnya 10 tahun. Prinsipnya
yaitu mengambil untung belakangan karena mendirikan usaha percetakan
koran tidak akan mendapat untung dalam lima tahun pertama usaha.
Kepemilikan
tunggal seperti RCTI, MNC TV, dan Global TV dalam MNC Group oleh
Hari Tanoe yang sekaligus tokoh partai Hanura sangat dimungkinkan adanya penyeragaman
informasi media dari pemilik. Hal tersebut dapat menimbulkan penyimpangan. Perlu
adanya regulasi yang membatasi kepemilikan stasiun televisi paling banyak dua
stasiun karena terbatasnya frekuensi. Akan
tetapi selalu ada jalan untuk mengakali kepemilikan media. Pengusaha tidak
harus berada dalam jajaran perusahaan, namun dapat menjadi perusahaan investor di
media tersebut dengan saham 52 persen.
-Forum Diskusi Nasional-Journalist Day BOE Economica FE UI 2014-
Komentar
Posting Komentar