Ini cerita tentang impian yang jadi kenyataan. Foto mantan Presiden RI di atas, seorang insinyur canggih pembuat pesawat terbang, Bacharuddin Jusuf Habibie itu salah satu bonus dari impian kecilku itu. Tentang cita-cita dari kecil yang nggak dinyana eh bisa terwujud. Nggak tanggung-tanggun dikabulinnya, langsung dikasih wadah terbaik. Jadi jurnalis di DetikCom, portal berita online terbesar paling update di Indonesia :)
Sejak masih SD, bocah Jawa tulen ini udah suka banget baca. Baca majalah bobo, 3 babi kecil, sampai-sampai ngerental buku bacaan naik sepeda ke komplek sebelah. Bapak suka banget beli-beliin buku bacaan. Selain buku, aku juga suka baca koran dari kecil. Hmm, bukan baca koran sih, lebih tepatnya bolak-balikin halaman buat liat foto-foto yang ada di koran, hehe. Rasanya liat foto-foto peristiwa dan rentetan kata-kata tingkat tinggi yang ngga ngerti artinya itu, dulu bikin penasaran banget. Menurutku waktu kecil, orang yang suka baca koran itu pasti pinter, gimana yang bikin koran ini ya?
Pertanyaan bocah perempuan umur 6 tahun itu terjawab di usianya yang ke-22 tahun. Enam belas tahun mimpi itu bersemi dan makin menemukan wujudnya seiring bocah kecil itu tumbuh besar. Waktu SMP, ada salah seorang guru Bahasa Indonesia yang jadi favoritku banget, namanya Bu Anastasia Lides Widyawati. Perawakannya imut-imut tapi suaranya kalo lagi ngajar sampe ngalahin orang orasi di depan DPR, membara. Suatu waktu Bu Anas nantang murid-muridnya buat baca minimal 1 buku sebulan. Buku apapun itu, ditambah baca koran. Makna tantangan itu baru kerasa beberapa tahun kemudian. Hobi baca buku pun tumbuh terus. Makin gede berusaha banget buat ngelahap kata-kata sulit. Walaupun sampe SMA pun rasanya baca koran masih banyak kata-kata 'misterius'nya.
Masuk kuliah saat milih-milih Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), tanpa pikir panjang, mau ke Pers Mahasiswa. Kenapa? ngga tau, suka nulis aja. Pengen nemuin temen sehobi. Ngga disangka-sangka, ternyata dari situ selain ketemu sama temen sehobi, bisa bergumul sama bocah-bocah kritis yang asik diajak diskusi. Kenal sama wartawan-wartawan lokal dan kontributor di Purwokerto. Liat kehidupan mereka sehari-hari, penampilan mereka yang cuek, cara bicaranya, tulisan mereka, terbesitlah "yang kaya gini nih baru asik!" Jadilah dari masuk sampe lulus ngubek-ubek kegiatan jurnalistik.
Tempat pertama yang nerima aku sebagai penulisnya yaitu Trubus Cipta Swadaya (TCS), anak perusahaan dari Trubus Swadaya, penerbit majalah flora fauna nan melegenda. Perusahaan itu ngantongin ijin usaha di bidang MICE (Meeting, Intencives, Conference and Exhibition) tapi sering juga ikutan tender dan dapet penunjukan langsung kegiatan penerbitan. Tugas pertamaku nggak tanggung-tanggung, nulis buletin Bioenergi, project dari Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM. Dimentorin langsung sama redaktur senior majalah Trubus sekaligus bos di TCS.
Dari tugas itu, aku dapet kesempatan buat liputan ke tempat-tempat ajaib. Sendirian ! ya, karena keterbatasan personil dan dikejar waktu, berangkatlah bocah ini sendirian keliling Jawa Timur (Surabaya-Malang-Sidoarjo-Lamongan) ngeliput biogas. Ke Bali (Karangasem) ngeliput pabrik kacang mete East Bali Cashew, lanjut Jogja, dan Semarang. Bawa-bawa kamera, laptop, bahan liputan, semua sendiri. Bahagia itu sederhana, hobi kita dibayar hehe.
Rasa penasaranku sama dunia jurnalis 'asli' pun makin meletup-letup. Apalagi waktu itu udah merantau ke Jakarta. Rasanya kok cuma basah-basah dikit ngga asik, kenapa ngga basah kuyup sekalian. Aku pengen jelajahin Jakarta, pengen liat menteri, taipan super kaya, awalnya itu aja. Yap, bocah daerah ini belum pernah sekalipun ketemu menteri. Itu jadi motivasi tersendiri. Bulan Mei 2015, terkirimlah lamaran kerja jadi jurnalis ke 10 media. Semuanya online atau cetak. Mulai dari Kompas, Tempo, Antara, Detik, CNN, Media Indonesia, Okezone, Tribunnews, Sindo dan lainnya sampe lupa haha. Cuma 7 hari sejak aku kirim lamaran, ada panggilan dari CNN Indonesia. Hmm, awalnya di luar ekspektasi, tapi coba aja dulu, manapun yang mau nerima aku paling dulu bakal diambil.
Di hari undangan interview dan psikotest, kaburlah aku dari kantor. Dateng ke kantor redaksi CNN di Gedung Aldevco, Warung Buncit. Ada 7 orang yang interview bareng. Teledornya kumat lagi, di saat penting kaya gini, aku dateng telat dalam keadaan keringetan dan kepanasan naik angkot. Alhasil psikotest sendirian (itupun karena kebaikan HRD, makasih Mas Nanang, jasamu tak akan kulupa). Psikotest isinya ada kemampuan verbal sinonim-antonim, terus kepribadian, angka, geometris, yah standar psikotest pada umumnya. Abis itu, aku liat kandidat lain dites nulis di tempat.
HRD pun nanya, "Kamu punya contoh tulisan?"
"Ada," jawabku sambil kasihin segepok tulisan hasil liputan buletin Bioenergi. hihi, berguna juga tulisan project. Tes nulis di tempat pun di skip. Setelah istirahat, akhirnya aku digabungin sama 7 kandidat lainnya, udah ngga jadi bebek cokelat yang sendirian lagi. Next step, interview HRD. Yaa sama Mas Nanang itu juga haha.
"Kamu Fakultas Pertanian, kok mau jadi wartawan?"
Tarik nafas dalem dulu buat jawab, meluncurlah jawaban jujur.
"Saya suka banget nulis, dateng ke tempat-tempat yang belum pernah didatengin, ketemu bermacem orang yang belum pernah ditemuin, suka hal-hal baru. Saya juga pengen bidang pertanian jadi bidang yang mudah dipahami sama orang banyak," begitu deh kira-kira jawabannya.
Lanjutlah ngobrol ngalor-ngidul soal kegiatan Persma waktu kuliah, pengalaman nulis, rencana masa depan bersamamu *halah, sampai kebiasaan-kebiasaan ngadepin panas, kotor, capek, deadline. Di penghujung interview, Mas Nanang kasih penawaran,
"Kamu milih CNN apa detikCom? sebenernya detikFinance lagi butuh reporter," kata Mas Nanang.
Langsung aja samber, "Apa aja mas, yang menurut mas sesuai CNN apa detikFinance," jawabku.
"Oke, hari ini juga ketemu sama redaktur detikFinance ya," sambung Mas Nanang tanpa dinyana-nyana. Jari jemari mulai dingin, pikiran mulai kalut, degup-degup makin berasa. Kenapa tiba-tiba nervous gini yaa? apalagi pas turun, nunggu next step sambil mandangin logo DetikCom.
Apa iya aku bisa jadi bagian dari orang-orang kece yang daritadi seliweran di sini? Di media online yang pembacanya sampe puluhan juta orang Indonesia? Huwaaaa, track record aku kan cuma nulis buletin internal sama majalah kampus aja. Ini ngga salah ya HRDnya? haha
Jam 4 sore, Mas Nanang nemuin aku sama redaktur detikFinance. Ada dua orang pria. Satu berkaca mata dan satunya lagi bertubuh tambun. Keliatannya usianya ngga jauh-jauh banget. Dua-duanya pake celana jeans. Dimulailah interview user alias dua redaktur. Dua orang penguasa isu ekonomi dan bisnis di tanah air. Matilah, bakal ditanya apaa ini.
"Ngapain anak pertanian daftar wartawan?"
Itu pertanyaan tembak langsung tanpa tedeng aling-aling.
Aku ulangin lagi jawaban yang dilontarin pas wawancara HRD.
Mereka berdua ngga puas sama jawaban aku.
"Ya modal suka aja ngga cukup. Kamu tau kan detikCom pembacanya berapa banyak, kita juga butuh kecepatan tapi tetep akurat. Kamu belum lama juga di Jakarta, kamu yakin bisa?"
Kali ini amunisi-amunisi statement nggak jelas pun meluncur.
"Panas, kotor, capek, bukan masalah buat saya. Ngga ngerti Jakarta, banyak cara buat nyampe ke tempat liputan. Saya pengen belajar banyak di sini, dimentorin langsung sama ahlinya. Saya pengen banyak nulis di bidang pertanian, sektor strategis yang sering dipunggungin," ngeracau deh ngeracaaau.
"Oke, isu pertanian paling update apa?"
Naahh, sepertinya mulai cair. Tapi jawabanku masih sekenanya aja.
"Masalah impor pangan nggak akan ada habisnya buat dikritisi. Tapi di sisi lain, banyak hasil temuan dan riset yang bisa jadi solusi keren tapi belum terpublish," kataku.
Lama-lama obrolan mulai cair. Ngobrolin keluarga, dibolehin nggak sama keluarga. Berapa bersaudara, tinggal dimana, boleh balik malem apa ngga, mau berapa lama di detikCom, jangan cuma jadi kutu loncat sana-sini. Hampir satu jam dan interview itu berakhir.
Seminggu kemudian, ada telpon dari HRD di saat aku lagi ngejar deadline tulisan.
"Berdasarkan hasil seleksi yang sudah kamu ikuti, kami memutuskan kamu diterima jadi reporter detikFinance. Selamat ya, Lani. Bisa konfirmasi kapan mulai bekerja?"
Hwaaaaaa, rasanya pengen lompat-lompat, guling-guling, makan banyak *ehhh
Alhamdulillah banget, perusahaan media pertama yang merespon dan langsung menerima itu DetikCom, kawah candradimuka para jurnalis online.
Hari-hari berlangsung seru banget. Terwujud itu semua. Keliling Jakarta, ketemu menteri, taipan top 40 Indonesia, petani, nelayan, bermacam orang dari beragam latar belakangnya. Amazing banget. Banyak banget pengalaman keren dan ngga pernah disangka sebelumnya. Sebulan pertama udah dikasih liputan konferensi perusahaan batubara internasional di Bali, bulan kedua ngikutin Menteri Pertanian ke NTT dan NTB, bulan ketiga dan seterusnya hampir setiap bulan 3x jalan ke daerah. Rasanya jadi garda terdepan informasi yang bakal dikonsumsi publik puluhan juta orang pembaca detikCom itu luar biasyaaah banget.
Hampir 9 bulan hari-hari seru itu dilewatin tanpa terasa. 14 provinsi udah dilewatin. 80% menteri udah ditemuin. Beberapa nama taipan besar pun berhasil ketemu juga. Tibalah di puncak galau antara pesan orang tua, saran orang-orang terdekat dan impian kecil lain yang terus mengusik. Keputusan berat banget pun diambil. keseharian bersama pengalaman dan kawan-kawan super seru yang setiap harinya diawali dengan doa dan niat kasih informasi bermanfaat buat orang banyak dan ditutup dengan rasa syukur atas lelah berburu pengalaman itu kuputuskan buat cukup sampai di sini. Surat resign pun dikirim ke kantor. Sempat debat dan ngga mau ninggalin dunia asik itu, but live must go on. Buat redaktur, HRD dan semua pihak yang sudah kasih kesempatan sekaligus aku kecewakan, maaf dan terima kasih.
Ini beberapa penggalan kemana kaki melangkah.
Kereta Cepat Jakarta-Bandung, ngikutin terus kontroversi China Vs Jepang |
Wawancara Gubernur Sumsel, Alex Noerdin, wajahnya merah-merah abis ninjau kebakaran hutan di Sumsel |
Ngikutin banyak banget agenda Menteri Perindustria, sampe lagi acara makan tumpeng di kantornya pun dateng |
Berguru soal kontroversi Freeport sama peneliti senior kaya ilmu dan wawasan, Prof Emil Salim. |
Sampe dibilang buntutnya Menteri Pertanian, kemana-mana selalu ada. Ini waktu lagi di Medan makan durian |
Masih rame soal Freeport dan Floating LNG Masela, tempel terus Menteri ESDM Sudirman Said |
Tempat liputan favorit kita semua, Bank Indonesia, kudapannya enyak-enyak. Sering discuss sharing soal stabilitas ekonomi yang susah dikunyah |
Hehe kalo ini bonus liputan di Kementerian Ketenagakerjaan, eh bintang tamunya ada Kunto Aji |
Ini pengalaman liputan paling seru. Masuk ke tambang emas PT Antam, liat guratan emas masih nempel di tanah perbukitan |
Ini mulut tambang emas |
Emaaaas itu ada emaaaasnya |
Liputan ground breaking kereta bawah tanah pertama di Indonesia |
Liputan peluncuran bukunya Tahir Mayapada, Salah satu taipan yang masuk jajaran 40 orang terkaya RI |
King of Statement, Rizal Ramli, ini target utama para jurnalis soal Freeport dan Blok Masela |
Bupati populer, Kang Dedi, iconnya Purwakarta. Disampingnya ada Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Wagub Deddy Mizwar di Pabrik Serat Rayon punya orang India |
Wawancara Menteri Perdagangan dan Perindustrian Malaysia |
Liputan Hari Pangan Sedunia di Palembang, langit masih diselimuti asap |
Wawancara Kepala Perwakilan FAO di Indonesia |
Media pertama yang dapat penjelasan perangko Peringkatan 70 Tahun FAO versi Indonesia |
Wapres JK ngoperasiin rice transplanter, penanam benih padi otomatis |
Keren mba, jadi motifasi buat saya...
BalasHapusTrimakasih...
Keren banget kak ceritanya, gak tau kenapa sampe terharu bayangin kerennya jadi jurnalis. Makasih banyak kak udah bagi ceritanya
BalasHapus